30 April 2010




Suatu ketika ada seorang anak dan ayahnya yang mengelola sebuah lahan pertanian kecil. Beberapa kali dalam setahun mereka mengangkut hasil pertaniannya ke kota untuk dijual. Ayah dan anak itu berbeda, sang ayah biasa bekerja tenang sedangkan sang anak selalu tergesa-gesa.

Suatu pagi mereka menyiapkan pedatinya untuk membawa hasil pertaniannya ke kota.Anak itu berpikir jika ia memacu lembu penarik pedatiya dengan lebih cepat serta berjalan siang-malam, tentu ia akan sampai esok hari pagi-pagi benar.Tenanglah Nak, biar lambat asal selamat” Kata si ayah

“Tapi kalau kita tiba lebih dulu dari yang lain, kesempatan kita untuk menjual dengan harga yang baik akan lebih terbuka” Jawab sang anak.


Ayahnya diam saja, lalu menarik topinya dan tidur diatas pedati yang dikemudikan sang anak. Setelah empat jam mereka melalui sebuah dusun dimana pamannya tinggal.

“Berhentilah dulu disini nak, sudah lama aku tidak bertemu pamanmu” pinta sang ayah

“Tapi yah,…” sang anak coba menolak, namun sang ayah terlanjur turun menyapa pamannya.



Satu jam berlalu. Ayahnya dan pemannya selesai mengobrol dan tertawa bersama, sedang si Anak mukanya masam. Perjalanan kembali dilanjutkan kali ini giliran sang ayah yang menuntun lembu sedangkan sang anak naik diatas pedati. Hingga kemudian mereka bertemu sebuah persimpangan, sang ayah menuntun lembunya ke arah kanan.

“Lewat kiri lebih cepat yah” sela sang anak

“Tapi lewat kanan pemandangannya lebih indah” Jawab sang ayah

“Tidakkah ayah menghargai waktu” sang anak bicara kesal

“Oh tentu saja, justru karena aku sangat menghargai waktu maka tiap detik harus bisa kunikmati keindahannya”

Jalur itu memang sangat indah, apalagi tampak jelas pesona terbenamnya matahari. Tapi tentu saja sang anak tak bisa menikmatinya. Hati dan mulutnya terus mengomel, Ketika malam tiba, di dekat sebuah sungai yang mengalir jernih sang ayah menghentikan lembunya.

“Mari kita beristirahat disini nak”

“Ini perjalanan terakhirku denganmu yah, kau lebih mementingkan menikmati keindahan alam daripada mencari uang Yah”

“Itu kata-katamu yang paling indah dari tadi pagi Nak” Jawab sang ayah sambil memejamkan mata

Malam berlalu, bintang dan bulan bersinar indah. Tapi tetap sang anak tak bisa memejamkan matanya dengan tenang. Hari itu dia sangat kesal pada ayahnya. Pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit sang anak segera membangunkan ayahnya, dan kemudian melanjutkan perjalanan.

Di tengah jalan mereka melihat seorang petani yang tak mereka kenal sedang berusaha menarik pedatinya yang terperosok ke parit.

“Mari kita bantu dia” Kata sang ayah

“Dan kembali kehilangan waktu?” tanya sang anak

“santai nak, suatu waktu bisa jadi kau yang terperosok dalam parit.”

Hampir jam delapan pagi saat mereka selesai menarik pedati itu kembali kejalan.

Dan langit berwana gelap.

“Kelihatannya hujan di kota” kata sang ayah

“Kalau saja tadi kita buru-buru pasti kita telah menjual dagangan kita” gerutu sang anak” Tenang saja nak, kau pasti akan bertahan lebih lama dan menikmati hidup lebih banyak lagi” nasihat sang ayah

Hari menjelang saat mereka mencapai bukit dan memandang kota yang mereka tuju dibawah bukit itu. Mereka terdiam, hingga sang anak berkata “Aku mengerti apa maksud ayah”.

Merekapun memutar pedati dari kota tujuan mereka semula, Hiroshima,15 Agustus 1945

…………………………………………………
Sahabat terkadang rutinitas kita bekerja, berumah tangga. bermasyarakat membuat kita tak mampu menikmati proses yang terjadi pada diri dan sekitar kita. Padatnya kesibukan, membuat seakan waktu terasa tak cukup. Bahkan sepertinya kita perlu meminta tambahan satu hari lagi dalam sepekan untuk menampung seluruh aktivitas kita. Bertindak cepat untuk semua persoalan seolah-olah menjadi satu-satunya solusi dari padatnya aktivitas kita. Bukan hanya itu kita juga dituntut untuk mampu berfikir lebih cepat bahkan bernafas dengan detakkan lebih cepat.

Itu semua tak salah, tapi tanpa disadari itu semua membuat Anda kesal , tak mampu merasakan keindahan, tak sabar.

Cobalah sejenak menghela nafas Anda, hingga kemudian detak nafas Anda melambat. Dan rasakanlah saat nafas Anda lebih tenang, Anda dapat fokus kembali terhadap masalah Anda. Bahkan luar biasanya Anda akan rasakan kedamaian dihati Anda seberat apapun masalah Anda. Helalah nafas sekali lagi. Kemudian helalah sekali lagi dan rasakan sensasi nafas yang Anda hirup pada tubuh Anda. Dan lama kelamaan Anda akan menjadi hening Belajarlah untuk sering menghela nafas maka Anda akan selalu belajar tentang keheningan. Blaise Pascal bilang “Masalah pada manusia muncul karena manusia tak pernah bisa sejenak untuk hening”.

Rosul pernah berkata” Istirahatlah kamu dengan sholat” Dalam tuntunan sholat khusyuk ada yang disebut dengan tumaninah yang mudahnya diartikan dengan tenang, maka gerakannya tenang tidak terburu-buru, bacaannya tenang, pikirannya tenang, hatinya tenang, bahkan tatapannya tenang. Saat inilah khusyuk terjadi sebuah proes keheningan menghadap Pencipta. Anda masih bisa mendengar,anda masih bisa merasa, tapi Anda tetap dalam keheningan bersama Rabbnya.

Maka dalam hal apapun bahkan ibadah Anda tak akan bisa mendapatkan makna, keselamatan, kebahagiaan. Jika Anda tak memiliki ketenangan dan keheningan. Lihatlah Aktivitas Anda hari ini, sholat Dzuhur Anda misalnya. Apakah Anda lakukan tenang atau terburu-buru? Rapat-rapat organisasi Anda, tenang atau terburu-buru? Dan percayalah yang terburu-buru hasilnya lebih buruk dari yang tenang.

Modal untuk itu ternyata hanyalah sederhana; cobalah menghela nafas Anda, dan buat semua bergerak lebih lambat.

Ada orang bijak yang berkata;Hidup Anda hanyalah kumpulan nafas. Belasan atau puluhan tahun Anda hidup hanyalah kumpulan dari tarikan dan buangan nafas kita. Maka siapa yang mampu mengendalikan nafasnya, dia pasti bisa mengendalikan hidupnya. Siapa yang mampu mengatur nafasnya, dia mampu mengatur hidupnya dan siapa mampu menenangkan nafasnya, dia juga akan mampu menenangkan hidupnya. Hmmm,..sederhana hanya menghela nafas,….

“Hidup bukanlah untuk selalu merasa istimewa di mata orang, hidup hanyalah tarikan dan buangan nafas dan apa yang kita lakukan diantara keduannya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar