06 Januari 2012


@Kisah SI EMPUNYA ROTI..~

Inspirasi dari Nasehat salah seorang salaf, Hasan Al-Bashri yang diabadikan oleh Ibnul Jauzi dalam kitab monumentalnya, Shifatus Shafwah [, Ensiklopedi Hikmah; 606 hikmah dan kisah salaf].

عَنِ الْحَسَنِ قَالَ : يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ نَاظِرٌ إِلَى عَمَلِكَ وَيُوْزَنُ خَيْرُهُ وَشَرُّهُ فَلَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا وَإِنْ هُوَ صِغَرٌ فَإِنَّكَ إِذَا رَأَيْتَهُ سَرَّكَ مَكَانُهُ وَلَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الشَّرِّ شَيْئًا فَإِنَّكَ إِذَا رَأَيْتَهُ سَاءَكَ مَكَانُهُ، رَحِمَ اللهُ رَجُلًا كَسَبَ طَيِّبًا وَأَنْفَقَ قَصْدًا وَقَدَّمَ فَضْلًا لِيَوْمِ فَقْرِهِ وَفَاقَتِهِ.

Hasan berkata, “Wahai anak adam, sesungguhnya kamu akan melihat amalmu, dan kebaikan-keburukanmu akan ditimbang, maka janganlah kamu meremehkan satu kebaikan pun, sekalipun kecil, karena kamu akan melihat yang kecil itu akan membuatmu bahagia. Dan jangan pula meremehkan satu kejelekan pun karena jika kamu melihatnya, ia akan membuatmu sengsara. Semoga Allah merahmati lelaki yang mencari rizki yang baik, berinfak dengan kesederhanaan, dan mempersembahkan keutamaan untuk hari kefakiran dan kebutuhannya (hari kiamat, hari ketika kita sangat membutuhkan pahala amal pen.).” (Shifatus Shafwah : III/235).

Intinya adalah kita jangan pernah meremehkan kebaikan-keburukan, amal shalih-thalih, sekecil apapun itu, karena bisa jadi yang kecil itu akan mendatangi kita pada hari kiamat, dengan balasan atau siksaan yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Kisah berikut ini adalah salah satu contohnya, [maka ambillah pelajaran dan hikmahnya];

Ketika ingin meninggal dunia, Abu Musya Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu memanggil putra-putranya, lalu berpesan kepada mereka,“Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti.”

Bagaimana kisah si empunya roti? Berikut ringkasan ceritanya,
“Dulu, ada seorang lelaki ahli ibadah dari bani Isra’il yang beribadah kepada Allah di sinagog selama 70 tahun. Kerjaannya hanya beribadah, dan tidak pernah berbuat dosa. Ia mengisi hari-harinya dzikir, shalat dan amal ibadah lainnya.

Hingga pada suatu hari…,

Syetan ingin menggodanya, ia menjelma menjadi seorang perempuan yang cantik jelita.

“Wanita adalah jadi fitnah terberat bagi seorang lelaki.” betul-betul terbukti. Lelaki ahli ibadah tertakjub dan jatuh cinta kepada perempuan itu, dan tidur bersama selama tujuh malam secara tidak halal.

Setelah itu, aibnya tersingkap. Semua masyarakat kampungnya tahu bahwa lelaki abid itu telah berzina dengan seorang wanita. Ia pun malu, dan akhirnya menginggalkan kampung halamannya untuk bertaubat kepada Allah.

Setiap menginjakkan satu langkah kaki, dia selalu shalat dan sujud. Hingga datangnya malam membuatnya menginap di sebuah gubuk yang dihuni oleh 12 orang-orang miskin.

Dia langsung menyelusup di antara dua orang miskin. Dan kebetulan pada waktu malam hari, ada seorang rahib yang membawa dan memberikan roti sesuai dengan jumlah orang-orang miskin yang bertempat tinggal di sana. 12 buah roti. Pas, tidak lebih tidak kurang.

Rahib tersebut membagi satu persatu hingga roti tersebut habis, tapi pada malam itu, ada orang miskin yang datang terlambat, dan ia tidak mendapat roti jatahnya. Ia bertanya kepada si rahib, “Mengapa Anda tidak memberikan roti kepada saya ?”

Sang rahib menjawab, “Apakah kamu melihat aku masih membawa dan menahannya darimu ? Tanyakan kepada mereka, apakah ada di antara mereka yang aku beri dua roti ?”

“Tidak.” Jawab mereka secara serempak.

Rahib itu berkata lagi, “Apakah kamu melihatku menahannya darimu. Demi Allah, aku tidak akan memberimu apa-apa malam ini.”

Kemudian lelaki abid yang sejak tadi mendengar percakapan mereka berdua, langsung memberikan rotinya kepada lelaki yang tidak mendapat jatah rotinya. Ketika hari memasuki waktu pagi, ternyata lelaki abid dari bani Isra’il yang bertaubat tersebut meninggal dunia.

Abu Musa Al-Asy’ari melanjutkan kisahnya, “Lalu ibadah yang dia kerjakan selama tujuh puluh tahun di timbang dengan dosa yang dia lakukan selama tujuh malam dan ternyata dosa yang dia kerjakan selama tujuh malam lebih berat dari pada ibadahnya selama tujuh puluh tahun. Kemudian roti yang dia berikan kepada orang miskin di timbang dengan dosanya selama tujuh malam, yang ternyata pahala roti yang dia berikan lebih berat timbangannya dari pada dosa yang dia lakukan selama tujuh malam.”

Oleh karenanya, Abu Musa menasehati putra-putranya, “Wahai putra-putraku, Ingatlah selalu kisah si empunya roti…” (kisah ini diadaptasi dari Shifatus Shofwah : 1/ 561-562).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar