18 Oktober 2012

Syirik yang Samar



Berhati-hatilah dengan syirik yang samar. Ingatlah senantiasa jawaban kita tiap kali terdengar seruan "hayya 'alash-shalaah" dan "hayya 'alal-falaah". Kita mengucapkan, "Laa haula wa laa quwwata illa biLlah. Tiada daya upaya selain SEMATA karena Allah Ta'ala." Maka, adakah engkau telah ilmui apa yang Allah Ta'ala tuntunkan dalam kitabuLlah, pun melalui petunjuk dari Rasulullah s

hallaLlahu 'alaihi wa sallam?

Berhati-hatilah dengan syirik yang samar, yang diam-diam tanpa sadar engkau amini dan bahkan engkau yakini. Mungkin engkau memang tidak mendatangi pohon-pohon besar dan meminta kepadanya, tetapi engkau tetap meyakini bahwa alam semesta inilah yang memberi kekuatan dan yang percepat keinginan untuk menjadi kenyataan, sehingga dengan itu engkau mengira sedang berpikir positif karena ingin alam mengaminkannya, tapi tergelincir pada sikap melampaui batas dalam beriman kepada Allah 'Azza wa Jalla.

Apakah ukuran positif dan negatif dalam berpikir? Apakah amarah itu keburukan? Apakah sedih itu keburukan? Marah untuk sesuatu yang tidak benar adalah keburukan. Tetapi tidak adanya wajah yang memerah marah ketika agama ini dinistakan, adalah sama dengan merelakan bencana demi bencana terjadi.

Marilah kita ingat sejenak hadis riwayat Ibnu Abdil Barr.

Allah mengutus dua malaikat untuk membinasakan sebuah desa dan semua isinya. Dua malaikat tersebut mendapatkan seorang yang sedang shalat di sebuah masjid. Dua malaikat itu berkata, “Wahai Tuhanku, di desa ini ada seorang hamba-Mu yang sedang shalat.”

Allah Ta'ala berkata, “Hancurkan desa tersebut dan hancurkan ia bersama-sama karena wajahnya tidak merah, marah karena-Ku” (HR. Ibnu Abdul Barr).

Kapankah doa orang saleh tak sanggup menghindarkan sebuah negeri dari bencana yang menakutkan? Ummu Salamah bertutur:

Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Jika kemaksiatan merebak di antara umatku, maka Allah akan menimpakan azab yang mengenai siapa saja.”

Shahabat bertanya, “Wahai Rasul Allah, bukankah di antara mereka ada orang yang saleh?”

Beliau menjawab, “Betul.”

Shahabat berkata, “Apa yang ditimpakan kepada mereka?”

Beliau menjawab, “Mereka juga merasakan apa yang dirasakan oleh orang umumnya. Mereka mendapatkan pengampunan dan ridha Allah” (HR. Ahmad).

Hari ini, ketika fitnatud dien merebak, kita perlu semakin bersungguh-sungguh mempelajari agama ini, terutama pokok-pokoknya, yakni aqidah. Ini bukan berarti kita patut meninggalkan hal-hal yang terkait dengan tatanan syari'at-Nya, sebab itu merupakan konsekuensi dari meyakini bahwa Islam agama kita.

Kita perlu berhati-hati dalam mengikuti kalimat-kalimat yang beredar yang seakan indah, tetapi bertentangan secara sangat fundamental dengan Islam.

Di antara aqidah paganisme baru yang sekarang semakin nyaris terdengar adalah law of attraction. Terlebih ketika dibungkus -sekali lagi: dibungkus- istilah Islam. Dan inilah fitnah syubhat yang amat menggelincirkan iman.

يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran, 3: 102).

Kalau kita mati besok, sudah benar-benar muslimkah kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar